Jumat, 07 Desember 2012

SIPUNCULA (SIPOU)

 
SIPUNCULA (Xenosiphon branchiatus)
Sipuncula dideskripsikan sepintas sebagai hewan laut mirip cacing tapi tanpa segmen, tubuhnya terbagi menjadi badan utama (trunk) dan belalai (introvert) yang bisa ditarik ke dalam atau belakang, perbandingan panjang kedua bagian itu bervariasi untuk tiap-tiap jenis (Cutler 1994). Sipuncula merupakan filum minor dalam kelompok besar hewan bilateria, yaitu kelompok hewan yang bersifat tripoblastik, tubuhnya simetris bilateral dan terbentuk dari tiga macam lapisan benih (endodermis, mesodermis dan ektodermis).

Filum ini secara khusus belum dipelajari dengan baik, dilaporkan baru sekitar 300 jenis yang telah dideskripsi secara formal, semua di laut dan umumnya perairan dangkal (Kozloff 1990).  Ada yang meliang semipermanen dalam pasir dan lumpur, ada yang di celah karang,  dalam kerang kosong,  bahkan mengebor ke dalam karang.  Merekapun tidak meninggalkan lubang di permukaan pasir atau lumpur  untuk  menunjukkan  kehadiran  mereka,  sehingga  relatif  sulit  untuk ditemukan dan ditangkap (Romimohtarto dan Juwana 2001).

Umumnya  sipuncula (sipou) berumah  dua,  cuma sejenis  diketahui  hermafrodit yaitu Nephasoma minutum.   Themiste lageniformes bersifat partenogenesis fakultatif.  Aspidosiphon elegans dilaporkan bereproduksi aseksual dengan tunas. Selain itu pada sipuncula tidak diketahui ada dimorfisme seksual.  Gonad cuma lazim selama periode reproduktif.   Gamet dilepaskan ke dalam coelom tempat pematangan berlangsung.  Gamet matang diambil nefridia dan dilepaskan ke air melalui nefridiofor (Rice 1993).

Pada Masyarakat Bungku Sipuncula dikenal juga dengan "Sipou". Bila di kaji dari aspek pemanfatannya Sipou dapat dijadikan sebagai bahan pangan  (produk  kering/awetan  dan  basah/segar) yang telah terbukti bergizi, halal dan sampai sejauh ini masih aman untuk dikonsumsi, tidak kalah dengan bahan pangan sejenis (hasil perikanan lainnya). Mitos konsumsinya terkait seksualitas pria terbukti ada benarnya, juga  terkait  khasiat  untuk  kulit  dari  kandungan  kolagennya,  meski  perlu diteliti lebih lanjut. Sipuncula basah pun bisa dikonsumsi segar apalagi diolah, kemanisannya melebihi kerang-kerangan karena kadar karbohidrat yang tinggi; ditambah kandungan asam glutamatnya sebagai penguat manis dan gurihnya; apalagi jika digoreng dan dipanggang sebagai bentuk olahannya yang unik. Semua itu dari sisi ekonomis bisa dijadikan faktor pendorong optimalisasi pemanfaatannya. Jika tidak terkendali, dari sisi ekologis itu semua berpotensi mendorong eksploitasi biota ini berlebih-lebihan, yang bisa berakibat pemanfaatannya tidak bisa berkelanjutan atau risiko yang lebih berat, mengingat biotanya amat rentan dan belum bisa dibudidaya apalagi secara intensif.

Pemanfaatan sipou sebagai bahan pangan juga masih memiliki keterbatasan.   
Pertama: skala produksi terbatas, karena merupakan produk musiman setiap tahun, sentra produksinya tidak banyak, begitupun jumlah penangkapnya.  
Kedua: skala konsumsi terbatas, cuma pada sejumlah komunitas tertentu (meskipun/alpalagi tidak lazim terkait bentuk asli/fisiknya) terutama sipou basah/segar (hasil mekahua).   Hal itu membuatnya eksklusif, apalagi sudah dianggap pangan bernilai khusus sehingga mahal di pasar. 

Proses penangkapan sipou untuk masyarakat Bungku dilakukan dengan cara tradisional pada waktu air laut surut yang dikenal dengan mekahua, yaitu dengan menggunaakan sepotong kayu besi (dalam bahasa bungku : kahua) untuk menggali rumah (sarang) sipou tersebut sedalam kurang lebih 15 cm. Tidak semua masyarakat Bungku ahli dalam mekahua, untuk pekerjaan yang satu ini memerlukan keahlian khusus serta pengalaman dalam melihat dan menemukan rumah (sarang) sipou. Alat lain yang dibutuhkan dalam mekahua adalah busur (dui-dui) yang akan digunakan untuk mebalikkan tubuh hewan ini. Artinya tubuh bagian luar akan berada di dalam sedangkan tubuh bagian dalam berada diluar dengan menggunakan dui-dui. Dalam bahasa bungku dikenal dengan mobusu sipou.
Cara yang lazim untuk pengolahan sipou adalah dengan cara digoreng lalu dihidangkan bersama Dunui (makanan khas suku bungku). serta kuah sayur kuning akan menambah rasa gurih dan enak dilidah penikmatnya.