SIPUNCULA (Xenosiphon branchiatus)
Sipuncula dideskripsikan sepintas sebagai hewan laut mirip cacing tapi tanpa segmen, tubuhnya terbagi
menjadi badan utama (trunk) dan belalai (introvert) yang bisa ditarik
ke dalam atau belakang,
perbandingan panjang kedua bagian itu bervariasi untuk tiap-tiap jenis (Cutler
1994). Sipuncula merupakan filum
minor dalam
kelompok besar hewan
bilateria, yaitu kelompok hewan yang bersifat tripoblastik,
tubuhnya simetris bilateral dan terbentuk dari tiga macam
lapisan benih (endodermis, mesodermis dan ektodermis).
Filum ini secara khusus belum
dipelajari dengan baik, dilaporkan baru
sekitar 300 jenis yang telah dideskripsi secara formal, semua di laut dan umumnya perairan dangkal (Kozloff
1990). Ada yang meliang semipermanen
dalam pasir dan lumpur, ada yang di celah karang,
dalam kerang kosong, bahkan
mengebor ke dalam karang. Merekapun tidak meninggalkan lubang di permukaan pasir atau
lumpur untuk menunjukkan
kehadiran
mereka,
sehingga
relatif sulit untuk ditemukan dan ditangkap (Romimohtarto
dan Juwana 2001).
Umumnya sipuncula (sipou) berumah dua,
cuma sejenis diketahui hermafrodit
yaitu Nephasoma minutum. Themiste lageniformes bersifat partenogenesis fakultatif. Aspidosiphon
elegans dilaporkan bereproduksi aseksual
dengan tunas. Selain itu pada sipuncula tidak diketahui ada dimorfisme seksual. Gonad
cuma lazim selama periode reproduktif. Gamet dilepaskan ke dalam coelom tempat pematangan
berlangsung. Gamet matang
diambil nefridia dan dilepaskan ke
air melalui nefridiofor (Rice 1993).
Pada Masyarakat Bungku Sipuncula dikenal juga dengan "Sipou". Bila di kaji dari aspek pemanfatannya Sipou dapat dijadikan sebagai bahan pangan (produk kering/awetan
dan
basah/segar)
yang telah terbukti bergizi, halal
dan sampai sejauh ini masih
aman untuk dikonsumsi, tidak
kalah dengan bahan pangan sejenis (hasil perikanan lainnya). Mitos konsumsinya terkait
seksualitas pria terbukti
ada benarnya, juga
terkait khasiat untuk
kulit dari kandungan
kolagennya, meski
perlu diteliti lebih lanjut. Sipuncula basah pun bisa dikonsumsi segar apalagi diolah, kemanisannya melebihi kerang-kerangan karena kadar karbohidrat yang tinggi;
ditambah kandungan asam glutamatnya
sebagai penguat manis dan gurihnya;
apalagi jika digoreng dan dipanggang sebagai bentuk olahannya yang unik. Semua itu dari sisi
ekonomis bisa dijadikan faktor pendorong optimalisasi
pemanfaatannya. Jika tidak
terkendali, dari sisi ekologis itu semua berpotensi
mendorong eksploitasi biota ini berlebih-lebihan, yang bisa berakibat pemanfaatannya tidak bisa berkelanjutan atau risiko yang lebih berat, mengingat biotanya amat rentan dan belum bisa dibudidaya apalagi secara intensif.
Pemanfaatan sipou sebagai bahan pangan juga masih memiliki keterbatasan.
Pertama:
skala produksi terbatas, karena merupakan
produk musiman setiap tahun, sentra produksinya tidak banyak, begitupun jumlah
penangkapnya.
Kedua: skala konsumsi
terbatas, cuma pada sejumlah
komunitas tertentu (meskipun/alpalagi tidak lazim
terkait bentuk asli/fisiknya) terutama sipou basah/segar (hasil mekahua). Hal itu membuatnya eksklusif, apalagi sudah dianggap
pangan bernilai khusus sehingga
mahal di pasar.
Proses penangkapan sipou untuk masyarakat Bungku dilakukan dengan cara tradisional pada waktu air laut surut yang dikenal dengan mekahua, yaitu dengan menggunaakan sepotong kayu besi (dalam bahasa bungku : kahua) untuk menggali rumah (sarang) sipou tersebut sedalam kurang lebih 15 cm. Tidak semua masyarakat Bungku ahli dalam mekahua, untuk pekerjaan yang satu ini memerlukan keahlian khusus serta pengalaman dalam melihat dan menemukan rumah (sarang) sipou. Alat lain yang dibutuhkan dalam mekahua adalah busur (dui-dui) yang akan digunakan untuk mebalikkan tubuh hewan ini. Artinya tubuh bagian luar akan berada di dalam sedangkan tubuh bagian dalam berada diluar dengan menggunakan dui-dui. Dalam bahasa bungku dikenal dengan mobusu sipou.
Cara yang lazim untuk pengolahan sipou adalah dengan cara digoreng lalu dihidangkan bersama Dunui (makanan khas suku bungku). serta kuah sayur kuning akan menambah rasa gurih dan enak dilidah penikmatnya.